Halo Sobat ! | Members area : Register | Sign in
About me | SiteMap
Diberdayakan oleh Blogger.

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Powered by FeedBurner

Subscribe to Anak Kampung by Email

JENIS BATU CICIN ATAU AKIK

Kamis, 27 November 2014

Di alam nusantara ini banyak sekali bebatuan yang berserakan di sepanjang bumi Nusantara.
baik yang masuk batu mulia ataupun batu biasa dan juga beragam kegunaanya.
Selain indah dan berharga batu akik juga dipercaya mempunyai kegunaan secara kasat mata.
salah satunya adalah bisa menangkal santet, mengundang rejeki dan masih banyak kegunaan lain.
Sebelum membicarakan lebih jauh tentang kekuatan benda atau batu akik tersebut, kita bisa menelusuri tentang dari mana asal kekuatan benda atau batu tersebut?
Benda bertuah khusunya yang berupa batu sangat terbatas, dalam arti jumlah dan juga diminati segelinitir orang , hal ini karena mereka ada yang meyakini ada yang tidak. Namun secara umum benda berupa batu yang bertuah bisa dianggap mempunyai kekuatan jika memilki unsur ilmiah sebagai berikut' ;

 * Faktor Umur atau Usia;
Didunia ini ada benda yang mudah rusak ada juga yang tidak mudah, pun begitu juga pada bebatuan.
namun karena perpindahan energi yang mendominasi batu yang mudah rusak membuat batu yang sulit rusak terasa super power dibanding dengan batuan lainnya.
seperti kaca butuh waktu antara 100 hingga 1000 tahun lebih untuk membusuk hingga dikatakan tidak bisa membusuk. Demikian pula makhluk hidup ada yang berumur sangat pendek hingga berumur ribuan tahun, termasuk di dalamnya ragam jenis bebatuan.
Apapun benda dan tumbuhan yang ada di planet bumi ini, bersifat menyerap dan memancarkan energi.
Penyerapan energi sebagai in-put dan pemancaran energi sebagai out-put. Antara in-put dan out-put menjadi mekanisme yang selaras dan seimbang. Semakin tua umur bebatuan , semakin besar langka kekerasan batu tersebut. Semakin besar pula mengakumulasi energi alam. Akumulasi energi inilah yang mempengaruhi besar-kecilnya tuah suatu

* Faktor Lokasi
 Pada jenis batu yang sama, tetapi berada di lokasi yang berbeda akan dapat menentukan pula perbedaan serapan energi. Hal itu menentukan besar kecilnya khasiat atau kekuatan batu walaupun ia masih dalam satu jenis. Bereda lokasi alam tentu berbeda pula pusaran energinya. Lokasi alam yang lebih besar memancarkan energi memungkinkan untuk menambah besarnya energi yang terserap batu di tempat itu.

 * Faktor Spesifik.
Faktor ini lebih sulit diidentifikasi karena untuk pembuktian juga jauh lebih sulit. Yakni karakterbatu yang banyak menyerap energi alam dan mampu mengikat energi itu dalam waktu yang tidak diketahui batas waktunya atau relatif permanen. Bahkan batu yang sudah hancur pun masih mampu menyerap energi alam. Karakternya hampir menyerupai pohon yang menjadi fosil hanya bedanya benda ini pernah ada dan mengalami proses seleksi alam dalam waktu yang panjang.
Dapat disimpulkan bahwa bebatuan yang mempunyai faktor diatas telah mengalami beberbagai peristiwa alam yang mana dalam proses tersebut kadang kala ada pelepasan energi dan juga penyerapan energi sehingga bebatuan tersebut bisa mempunyai kekauatan atau khasiat.
jadi bukan seperti pemikiran bahwa benda mati dianggap tiba tiba bisa memberikan energi. ada proses yang sangat panjang. Contoh bebatuan yang bertuah adalah;

 * Mirah Delima Mirah delima adalah batu akik yang banyak di cari orang. Konon kabarnya batu mirah delima ini jika di masukan kedalam air dapat membuat air didalamnya berwarna merah. Batu akik Mirah Delima ini bisa di gunakan untuk mengobati orang yang terkena racun, mengobati penyakit guna-guna dan untuk menarik simpati Safir biasanya tersohor sebagai penambah ketentraman dan ketenangan batin. Dapat sebagai obat cacar air, demam, lamur mata.

* Giok sangat terkenal di negeri cina. Batu akik Giok biasanya berwarna Hijau. Merupakan batu mulia yang banyak dipakai sebagai aksesories oleh bangsa cina. Menurut kabarnya, batu Giok dapat membuat hati bertambah tenang dan tentram, serta sebagai obat bagi penderita ginjal dan rematik

 * Kecubung Menambah ketentraman batin, menolak rasa was-was, membentuk karakter sesorang dan membuat si pemakainya selalu disayang oleh orang lain

 * Mutiara Untuk ketenangan batin dan sebagai obat bagi penderita gangguan kewanitaan.

 * Sulaiman Untuk ketentraman batin, menambah kewibawaan dan keagunggan.

AMBER  pemancar daya tarik
AMARICAN STAR  pesona dan daya tarik
AQUAMARIN  penyejuk batin dan keluarga
BADAR LUMUT  ketenangan batin
BADAR TOLO  kerukunan
BADA'R BESI MERAH penangkal sial dan tolak bala
BATU AIR kerukunan keluarga dan rejeki
BATU API ketenangan dan kharisma
BATU LANGGENG  keselamatan dan tolak bala
BATU DARAH  tolak kiriman jahat
BAIDURI BULAN kejernihan batin dan kesabaran
BLACK SAPHIR tajam insting dan daya pesona
BULU MACAN wibawa kuat dan karir
COMBONG  penarik lawan jenisFOSIL KELOR  perlindungan dan tolak bala
FOSIL MANI GAJAH  daya tarik , rejeki, karir
GIOK  kesejukan batin dan relasiJABARJUD  ketenangan jiwa
KECUBUNG  simpati dan kasih sayang
KENANGGA gairah hidup dan pesonaRUBY wibawa dan percaya diri
SAFIR optimis dan inisiatif
SAFIR KUNING  pesona dan daya tarik
TAPAK JALAK ketajaman insting
TAPAK MUJUR  kemudahan usaha
TOPAZ peredam emosi
TUNJUNG DARJAT kemudahan karir
TURMALIN  ketegaran dan adaptasi
YAMAN YULUNG pelebur kiriman jahat
YINYANG keseimbangan batin dan waspada
ZAMRUD  kesejukan batin dan suasana
ZIRCON   kejernihan pikiran

Mengenai betul atau tidaknya semua fungsi batu bertuah (batu akik) di atas, semua kembali kepada kepercayaan dan keyakinan si pemilik batu bertuah / batu akik itu sendiri. Dan tentunya harus tetap yakin bahwa semua itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dan semuanya Masih Banyak jenis dan Modelnya yang masih tersimpan di alam dunia ini.
Namun apapun itu barangnya adalah masih termasuk benda mati dan semuanya adalah kehendak dari Tuhan Yang Maha Esa.

Macam - Macam Suku Di Indonesia

Senin, 08 April 2013




Berbagai macam potensi dimiliki oleh Indonesia mulai dari letak geografis, keragaman budaya seperti beragam suku-suku dan bahasa, potensi keindahan alam seperti pantai, danau dan pegunungan, potensi tambang seperti emas, batubara, minyak bumi dan masih banyak lagi potensi di Indonesia

Berikut ini adalah suku-suku di Indonesia :
 
A
Suku Aceh di NAD : Banda Aceh, Aceh Besar
Suku Alas di NAD : Aceh Tenggara
Suku Alordi NTT : Kabupaten Alor
Suku Ambon di Maluku : Kota Ambon
Suku Ampana, Sulawesi Tengah
Suku Anak Dalam (Anak Rimbo) di Jambi
Suku Aneuk Jamee di NAD : Aceh Selatan, Aceh Barat Daya
Suku Arab-Indonesia
Suku Aru di Maluku : Kepulauan Aru
Suku Asmat di Papua

B
Suku Bali di Bali terdiri :
Suku Bali Majapahit di sebagian besar Pulau Bali
Suku Bali Aga di Karangasem dan Kintamani
Suku Balantak di di Sulawesi Tengah
Suku Banggai di Sulawesi Tengah : Kabupaten Banggai Kepulauan
Suku Baduy di Banten
Suku Bajau di Kalimantan Timur
Suku Bangka di Bangka Belitung
Suku Banjar di Kalimantan Selatan
Suku Batak di Sumatera Utara terdiri :
Suku Karo Kabupaten Karo
Suku Mandailing di Mandailing Natal
Suku Angkola di Tapanuli Selatan
Suku Toba di Toba Samosir
Suku Pakpak di Pakpak Bharat
Suku Simalungun di Kabupaten Simalungun
Suku Batin di Jambi
Suku Bawean di Jawa Timur : Gresik
Suku Belitung di Bangka Belitung
Suku Bentong, Sulawesi Selatan
Suku Berau di Kalimantan Timur : Kabupaten Berau
Suku Betawi di Jakarta
Suku Bima NTB : Kota Bima
Suku Boti, Timor Tengah Selatan
Suku Bolang Mongondow di Sulawesi Utara : Kabupaten Bolaang Mongondow
Suku Bugis di Sulawesi Selatan
Orang Bugis Pagatan, di Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalsel
Suku Bungku di Sulawesi Tengah : Kabupaten Morowali
Suku Buru di Maluku : Kabupaten Buru
Suku Buol di Sulawesi Tengah : Kabupaten Buol
Suku Buton di Sulawesi Tenggara : Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau
Suku Bonai di Riau : Kabupaten Rokan Hilir

D
Suku Damal di Mimika
Suku Dampeles, Sulawesi Tengah
Suku Dani, Lembah Baliem, Papua
Suku Dayak terdiri :
Suku Punan, Kalimantan Tengah
Suku Kanayatn di Kalimantan Barat
Suku Ibandi Kalimantan Barat
Suku Mualang di Kalimantan Barat : Sekadau, Sintang
Suku Bidayuh di Kalimantan Barat : Sanggau
Suku Mali di Kalimantan Barat
Suku Seberuang di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Sekujam di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Sekubang di Kalimantan Barat : Sintang
Suku Ketungau di Kalimantan Barat
Suku Desa di Kalimantan Barat
Suku Kantuk di Kalimantan Barat
Suku Ot Danum atau Dohoi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat
Suku Limbai di Kalimantan Barat
Suku Kebahan di Kalimantan Barat
Suku Pawan di Kalimantan Barat
Suku Tebidah di Kalimantan Barat
Suku Bakumpai di Kalimantan Selatan Barito Kuala
Orang Barangas di Kalimantan Selatan Barito Kuala
Suku Bukit di Kalimantan Selatan
Orang Dayak Pitap di Awayan, Balangan, Kalsel
Suku Dayak Hulu Banyu di Kalimantan Selatan
Suku Dayak Balangan di Kalimantan Selatan
Suku Dusun Deyah di Kalimantan Selatan : Tabalong
Suku Ngaju di Kalimantan Tengah : Kabupaten Kapuas
Suku Siang Murung di Kalimantan Tengah : Murung Raya
Suku Bara Dia di Kalimantan Tengah : Barito Selatan
Suku Ot Danum di Kalimantan Tengah
Suku Lawangan di Kalimantan Tengah
Suku Dayak Bawo di Kalimantan Tengah : Barito Selatan
Suku Tunjung, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Benuaq, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Bentian, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
Suku Bukat, Kutai Barat
Suku Busang, Kutai Barat
Suku Ohong, Kutai Barat
Suku Kayan, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
Suku Bahau, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
Suku Penihing, Kutai Barat, rumpun Punan
Suku Punan, Kutai Barat, rumpun Punan
Suku Modang, Kutai Timur, rumpun Punan
Suku Basap, Bontang-Kutai Timur
Suku Ahe, Kabupaten Berau
Suku Tagol, Malinau, rumpun Murut
Suku Brusu, Malinau, rumpun Murut
Suku Kenyah, Malinau, rumpun Apo Kayan
Suku Lundayeh, Malinau
Suku Pasir di Kalimantan Timur : Kabupaten Pasir
Suku Dusun di Kalimantan Tengah
Suku Maanyan di Kalimantan Tengah : Barito Timur
Orang Maanyan Paju Sapuluh
Orang Maanyan Paju Epat
Orang Maanyan Dayu
Orang Maanyan Paku
Orang Maanyan Benua Lima Maanyan Paju Lima
Orang Dayak Warukin di Tanta, Tabalong, Kalsel
Suku Samihim, Pamukan Utara, Kotabaru, Kalsel
Suku Dompu NTB : Kabupaten Dompu
Suku Donggo, Bima
Suku Duri di Sulawesi Selatan

E
Suku Eropa-Indonesia (orang Indo atau peranakan Eropa-Indonesia)

F
Suku Flores di NTT : Flores Timur

G
Suku Gayo di NAD : Gayo Lues Aceh Tengah Bener Meriah
Suku Gorontalo di Gorontalo : Kota Gorontalo
Suku Gumai di Sumatera Selatan : Lahat
Suku Komering di Sumatera Selatan : Baturaja
Suku Semendo di Sumatera Selatan : Muara Enim
Suku Lintang di Sumatera Selatan : Lahat

I
Suku India-Indonesia

J
Suku Banten di Banten
Suku Cirebon di Jawa Barat : Kota Cirebon
Suku Jawa di Jawa Tengah, Jawa Timur
Suku Tengger di Jawa Timur
Suku Osing di Jawa Timur : Banyuwangi
Orang Samin di Jawa Tengah : Purwodadi
Suku Melayu Jambi di Jambi : Kota Jambi

K
Suku Kaili di Sulawesi Tengah : Kota Palu
Suku Kaur di Bengkulu : Kabupaten Kaur
Suku Kayu Agung di Sumatera Selatan
Suku Kerinci di Jambi : Kabupaten Kerinci
Suku Komering di Sumatera Selatan : Kabupaten Ogan Komering Ilir
Suku Konjo Pegunungan, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
Suku Konjo Pesisir, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan
Suku Kubu di Jambi dan Sumatera Selatan
Suku Kulawi di Sulawesi Tengah
Suku Kutai di Kalimantan Timur : Kutai Kartanegara
Suku Kluet di NAD : Aceh Selatan
Suku Krui di Lampung

L
Suku Laut, Kepulauan Riau
Suku Lampung di Lampung
Suku Lematang di Sumatera Selatan
Suku Lembak, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu
Suku Lintang, Sumatera Selatan
Suku Lom, Bangka Belitung
Suku Lore, Sulawesi Tengah
Suku Lubu, daerah perbatasan antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat
Suku Karo Sumatera Utara

M
Suku Madura di Jawa Timur
Suku Makassar di Sulawesi Selatan : Kota Makassar
Suku Mamasa (Toraja Barat) di Sulawesi Barat : Kabupaten Mamasa
Suku Mandar Sulawesi Barat : Polewali Mandar
Suku Melayu
Suku Melayu Riau di Riau
Suku Melayu Tamiang di NAD : Aceh Tamiang
Suku Mentawai di Sumatera Barat : Kabupaten Kepulauan Mentawai
Suku Minahasa di Sulawesi Utara : Kabupaten Minahasa terdiri 9 subetnik :
Suku Babontehu
Suku Bantik
Suku Pasan Ratahan
Suku Ponosakan
Suku Tonsea
Suku Tontemboan
Suku Toulour
Suku Tonsawang
Suku Tombulu
Suku Minangkabau, Sumatera Barat
Suku Mori, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah
Suku Muko-Muko di Bengkulu : Kabupaten Mukomuko
Suku Muna di Sulawesi Tenggara : Kabupaten Muna

N
Suku Nias di Sumatera Utara : Kabupaten Nias, Nias Selatan

O
Suku Osing di Banyuwangi Jawa Timur
Suku Ogan di Sumatera Selatan

P
Suku Papua/Irian
Suku Asmat di Kabupaten Asmat
Suku Biak di Kabupaten Biak Numfor
Suku Dani, Lembah Baliem, Papua
Suku Ekagi, daerah Paniai, Abepura, Papua
Suku Amungme di Mimika
Suku Bauzi, Mamberamo hilir, Papua utara
Suku Arfak di Manokwari
Suku Kamoro di Mimika
Suku Palembang di Sumatera Selatan : Kota Palembang
Suku Pamona di Sulawesi Tengah : Kabupaten Poso
Suku Pasemah di Sumatera Selatan
Suku Pesisi di Sumatera Utara : Tapanuli Tengah
Suku Pasir di Kalimantan Timur : Kabupaten Pasir

R
Suku Rawa, Rokan Hilir, Riau
Suku Rejang di Bengkulu : Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Rejang Lebong
Suku Rote di NTT : Kabupaten Rote Ndao

S
Suku Saluan di Sulawesi Tengah
Suku Sambas (Melayu Sambas) di Kalimantan Barat : Kabupaten Sambas
Suku Sangir di Sulawesi Utara : Kepulauan Sangihe
Suku Sasak di NTB, Lombok
Suku Sekak Bangka
Suku Sekayu di Sumatera Selatan
Suku Semendo di Bengkulu
Suku Serawai di Bengkulu: Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Seluma
Suku Simeulue di NAD : Kabupaten Simeulue
Suku Sigulai di NAD : Kabupaten Simeulue bagian utara
Suku Sumbawa Di NTB : Kabupaten Sumbawa
Suku Sumba di NTT : Sumba Barat, Sumba Timur
Suku Sunda di Jawa Barat

T
Suku Talaud di Sulawesi Utara : Kepulauan Talaud
Suku Talang Mamak di Riau : Indragiri Hulu
Suku Tamiang di Aceh : Kabupaten Aceh Tamiang
Suku Tengger di Jawa Timur Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo lereng G. Bromo
Suku Ternate di Maluku Utara : Kota Ternate
Suku Tidore di Maluku Utara : Kota Tidore
Suku Timor di NTT, Kota Kupang
Suku Tionghoa-Indonesia
Orang Cina Parit di Pelaihari, Tanah Laut, Kalsel
Suku Tojo di Sulawesi Tengah : Kabupaten Tojo Una-Una
Suku Toraja di Sulawesi Selatan : Tana Toraja
Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara : Kendari
Suku Toli Toli di Sulawesi Tengah : Kabupaten Toli-Toli
Suku Tomini di Sulawesi Tengah : Kabupaten Parigi Moutong

U
Suku Una-una di Sulawesi Tengah : Kabupaten Tojo Una-Una

W
Suku Wolio di Sulawesi Tenggara: Buton

Sejarah Lahirnya Demokrasi



Siapa mau tahu sejarah lahirnya demokrasi, datanglah ke Yunani. Kata “demokrasi” saja berasal dari negeri tua itu: demos berarti rakyat, sedangkankratein berarti kekuasaan. Dengan demikian, demokrasi berarti kekuasaan rakyat. Begitulah penjelasan singkat tentang demokrasi yang sering kita dengar.
Tetapi di tanah kelahirannya, Yunani, demokrasi justru ditikam oleh kekuasaan absolut pasar. Berbagai kebijakan ekonomi-politik, yang tentu saja menyangkut hajat hidup orang banyak, diputuskan oleh kekuatan besar dari luar. Orang-orang Yunani menyebutnya “Troika”, yaitu persekongkolan antara Dana Moneter Internasional, Uni Eropa, dan Bank Sentral Eropa.

Lucas Papademos, seorang bekas bankir, tiba-tiba mengambil-alih kekuasaan dari Perdana Menteri George Papandreou. Tak ada mekanisme pemilihan apapun, sebagaimana disyaratkan oleh demokrasi, atas pengalihan kekuasaan dari George Papandraou ke Lucas Pademos. Tidak ada pemilu. Pun tidak ada kesepakatan anggota Parlemen. “Inilah junta seorang bankir,” kata Spyros Marketos, seorang ilmuwan politik dari Universitas Thessaloniki.

Lantas, kalau sudah begitu, demokrasi mana lagi yang patut jadi panutan? Kalau kita rajin mengorek-ngorek di atas tumpukan sejarah bangsa kita, niscaya kita akan ketemu dengan konsep demokrasi aseli bangsa Indonesia. Dan tulisan Bung Hatta, Demokrasi Asli Indonesia Dan Kedaulatan Rakyat, di tulis tahun 1993, bisa memberi petunjuk kea rah sana.

Bagi Hatta, nilai-nila kedaulatan rakyat, termasuk kekuasaan di tangan rakyat, sudah ada dalam masyarakat tua Indonesia. Jauh sebelum kedatangan kolonialisme, bangsa Indonesia sudah mengenal satu jenis demokrasi, yakni demokrasi desa. Kenapa disebut demokrasi desa? Ya, karena demokrasi itu hanya hadir dalam pemerintahan di desa-desa.

Kalau melihat penjelasan Bung Hatta, demokrasi desa ini berakar dari masyarakat komunal bangsa Indonesia. Konsep ini sudah eksis jauh sebelum kedatangan pengaruh luar: India, Tiongkok, dan Islam. Begitu pengaruh India masuk, yang juga membawa sistem sosial hirarkisnya, yakni feodalisme, maka sistem demokrasi alis ini tersingkir ke desa-desa.

Dengan demikian, saya bisa menyimpulkan, di jaman itu ada dua kekuasaan yang eksis: pemerintahan desa dan pemerintaha feudal. Karena kekuasaan feudal ini datangnya dari luar, maka sistem sosial masyarakat asli, yaitu gotong-royong, tidak pernah tersingkir penuh.

Namun, Hatta mengingatkan, lantaran sistem demokrasi desa ini dijepit oleh kekuasaan feudal, maka tidak dapat berkembang maju dan bahkan menjadi semakin pincang. “Jadinya, di dalam pergaulan (sistem sosial) masyarakat Indonesia yang asli, demokrasi itu hanya di terdapat di bawah. Sedangkan di atasnya semata-mata pemerintahan otokrasi,” kata Bung Hatta.

Ada tiga ciri pokok demokrasi asli alias demokrasi desa itu:

Pertama, adanya cita-cita rapat.  Cita-cita rapat ini sudah hidup di dalam sanubari Rakyat Indonesia, dari jaman dahulu hingga sekarang. Rapat berarti tempat rakyat banyak atau utusan rakyat untuk bermusyawarah atau mupakat atas berbagai persoalan yang menyangkut orang banyak.
Sistem rapat itu dapat kita temui dalam sistem sosial di desa-desa di Jawa, Bugis, Minangkabau, dan lain-lain. Bahkan, di jaman dahulu, sistem pemerintahan desa juga mengenal sistem pengadilan sendiri, yakni pengadilan kolektif.
Di masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan, berlaku prinsip:  Rusa taro arung, tenrusa taro ade, Rusa taro ade, tenrusa taro anang, Rusa taro anang, tenrusa taro to maegae. (Batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat; Batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum; Batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan Rakyat banyak).

Kedua, adanya cita-cita massa protes, yaitu hak rakyat untuk membantah dengan cara umum (terbuka) segala peraturan negeri yang dianggap tidak adil. Hak menyelenggerakan protes ini sudah hidup di tengah rakyat Indonesia sejak lama. Di jaman Majapahit, misalnya, ada tradisi pepe atau berjemur beramai-ramai untuk menyampaikan aspirasi kepada penguasa.
Kegiatan protes tidak hanya dilakukan secara berkelompok, tetapi juga secara perorangan. Tempat untuk menggelar aksi protes pun sudah disiapkan secara khusus. Biasanya tempat aksi protes, yang sering disebut “tapa-pepe”, sering dilakukan di alun-alun keraton.
Di masyarakat Bugis, sistem penyampaian protes malah sudah diatur resmi: Mannganro ri ade (hak menyampaikan petisi); Mapputane (hak menyampaikan keberatan dan melakukan negosiasi dengan raja); Mallimpo-ade’ (hak melakukan aksi pendudukan); Mabbarata (hak menggelar rapat akbar di alun-alun/Barugae); Mallekke’ dapureng (hak meminta suaka politik ke negeri lain).

Tiga, cita-cita tolong-menolong dan kolektivisme. Masyarakat asli Indonesia tidak mengenal konsep kepemilikan pribadi. Kata Bung Hatta, masyarakat Indonesia sangat berpegang teguh pada semangat tolong-menolong dan gotong-royong.
Pekerjaan-pekerjaan besar, seperti membangun rumah atau turun ke sawah, biasanya dikerjakan secara bersama-sama (gotong-royong). Tradisi gotong-royong dan tolong-menolong ini nyaris kita temua dalam semua masyarakat Indonesia.

Menariknya, demokrasi Indonesia ini dibasiskan pada kolektivisme, termasuk pemilikan alat produksi secara kolektif. Kita bisa melihat, masyarakat desa Indonesia selalu mengenal yang namanya “tanah ulayat”. Jadi, tanah-tanah desa itu dikuasai secara kolektif oleh rakyat desa.

Dengan demikian, konsep demokrasi desa itu sudah menggabungkan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Jadi, di satu sisi, rakyat punya partisipasi yang sama di wilayah politik, tetapi di sisi lain, mereka juga setara dalam pemilikan alat-alat produksi.

Inilah yang berbeda dengan demokrasi sekarang. Demokrasi sekarang menceraikan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Akibatnya, sekalipun orang dipandang sama dalam wilayah politik, tapi sangat timpang di wilayah ekonomi. Akibatnya, demokrasi politik sering dikudeta oleh absolutisme pasar. Itulah yang terjadi di Eropa sekarang, khususnya Yunani dan Italia.

Memang, Bung Hatta menyadari, konsep demokrasi desa ini sudah banyak digerus oleh perkembangan jaman. Untuk itu, konsep demokrasi desa harus disesuikan dengan nilai-nilai progressif dari semangat jaman baru. Artinya, yang kita ambil dari demokrasi desa adalah prinsip-prinsipnya.

Kusno, anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Budaya Sulawesi Selatan

Minggu, 03 Maret 2013

Banyak etnis dan bahasa daerah digunakan masyarakat Sulawesi Selatan, namun etnis paling dominan sekaligus bahasa paling umum digunakan adalah Makassar, Bugis dan Toraja. Salah satu kebudayaan yang terkenal hingga ke mancanegara adalah budaya dan adat Tana Toraja yang khas dan menarik.

Lagu daerah yang kerap dinyanyikan di antaranya lagu Makasar yaitu Ma Rencong-rencong, Pakarena dan Anging Mamiri. Sedangkan lagu Bugis adalah Indo Logo, dan Bulu Alaina Tempe dan untuk Tana Toraja adalah lagu Tondo.Rumah-rumah adat di Bugis, Makassar dan
Tator memiliki arsitektur tradisional yang hampir sama bentuknya. Rumah-rumah itu dibangun berdiri di atas tiang-tiang dan karenanya mempunyai kolong.

Tinggi kolong disesuaikan tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik, misalnya
raja, bangsawan, orang berpangkat dan rakyat biasa. Masyarakat di sana percaya bahwa selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Ini didasarkan atas temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale, yang berarti orang-orang yang tinggal di hutan, atau lebih tepat dikatakan penghuni hutan. Orang Toale masih satu rumpun keluarga dengan suku bangsa Wedda di Srilangka.Salah satu upacara adat di Tanah Toraja (Tator)
adalah upacara Rambu Solo (upacara berduka/ kematian) yang merupakan upacara besar sebagai ungkapan dukacita.

Sedangkan dikalangan masyarakat Bugis terdapat falsafah hidup “Aja Muamelo Ribetta Makkala’ Ricappa’na Letengnge”, yang berarti masyarakat menanti dengan penuh harap pemimpin pemerintahan yang bertindak cekatan dan bereaksi cepat mendahului orang lain dengan penuh keberanian meskipun menghadapi tantangan berat.Ada pula falsafah “Namo maega Pabbisena, Nabongngo Pollopina, Teawa Nalureng”. Maksudnya biar banyak pendayungnya tetapi juru mudinya tidak mahir, saya tidak mau menumpangi perahu itu. Dengan kata lain, falsafah ini mengajarkan jika terdapat pemimpin yang tidak cerdas, selayaknya dia tidak diikuti walaupun banyak punggawanya.

5 Budaya Unik Indonesia

Sebagai orang Indonesia, kita harus mencintai budaya kita. Indonesia adalah negara yang menakjubkan, yang memiliki kebudayaan yang sangat unik.

1. Upacara Tabuik dari Sumatera Barat.


Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.


Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu.
Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.

Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap.
Oleh umatIslam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.

2. Makepung, Balap Kerbau di Bali.

Walau Madura punya Kerapan Sapi, maka Bali memiliki Makepung. Dua tradisi yang serupa tapi tak sama, namun menjadi tontonan unik yang segar sekaligus menghibur. yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. 

Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.

Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau inipun telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesional. Sekarang ini, Makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja.
Para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupunsupporter. Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, peserta Makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang kerbau atau bahkan lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog(gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.

3. Atraksi Debus dari Banten


 Atraksi yang sangat berbahaya yang biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata.
Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.

Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa.
Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus.

4.Karapan Sapi dari Madura Jawa Timur

Karapan sapi yang merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura Jawa Timur, Dalam even karapan sapi para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan sapi disekelilingi pacuan disertai alat musik seronen perpaduan alat music khas Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.
Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan 200 meter, yang dapat ditempuh dalam waktu 14 sd 18 detik. Tentu sangat cepat kecepatan sapi – sapi tersebut, selain kelihaian joki terkadang bamboo yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang diudara karena cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut. Untuk memperoleh dan menambah kecepatan laju sapi tersebut sang joki, pangkal ekor sapi dipasangi sabuk yang terdapat penuh paku yang tajam dan sang joki melecutkan cambuknya yang juga diberi duri tajam kearah bokong sapi. Tentu saja luka ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi juga menimbulkan luka disekitar pantat sapi. Jarak pemenang terkadang selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya berjarak 1 sd 2 detik saja. Karapan Sapi dimadura merupakan pagelaran yang sangat unik, selain sudah diwarisi secara turun menurun tradisi ini juga terjaga sampai sekarang. Even ini dijadikan sebagai even pariwisata di Indonesia, dan tidak hanya turis local dari mancanegara pun banyak yang menyaksikan karapan sapi ini.

5. Upacara Kasada di Bromo

Upacara Kasada bromo dilakukan oleh masyarakat Tengger yang bermukim di Gunung Bromo Jawa Timur, mereka melakukan ritual ini untuk mengangkat seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera mantera. Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo.


 Pada malam ke 14 bulan Kasada Masyarakat tengger berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesajo dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara – acara ritual, perkawinan dll.

Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan cara menghafal dan lancar dalam membaca mantra mantra. Setelah Upacara selesai, ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah. Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar.
Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Aktivitas penduduk tengger pedalaman yang berada dikawah gunung bromo

 sumber : info: http://haxims.blogspot.com/2009/12/5-kebudayaan-unik-khas-indonesia.html

Keanekaragaman

Dalam kebudayaan terdapat berbagai unsur-unsur kebudayaan secara universal. Unsur-unsur universal itu yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah:

1. sistem religi dan upacara kebudayaan,
2. sistem organisasi dan kemasyarakatan,
3. sistem pengetahuan,
4. bahasa,
5. kesenian,
6. sistem mata pencaharian hidup,
7. sistem teknologi dan peralatan,

Unsur-unsur kebudayaan itu akan dijumpai pada setiap belahan di dunia itu pada kelompok masyarakat yang berbudaya.

Salah satu adalah kebudayan Jawa yang memiliki tatanan budaya yang sangat kompleks dan memilki cakupan kebudayaan yang luas. Daerah kebudayaan Jawa relatif luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari Pulau Jawa. Daerah-daerah yang meliputi kebudayaan Jawa yang sering disebut sebagai daerah kejawen meliputi daerah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur.

Sehubungan dengan hal itu, maka seluruh rangka kebudayaan Jawa ini, memiliki pusat kebudayaan. Pusat kebudayaan merupakan kekayaan kebudayaan. Pusat Kebudayaan Jawa terletak di Yogyakarta dan Surakarta. Sudah barang tentu di antara sekian banyak daerah tempat kediaman masyarakat Jawa terdapat berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur-unsur kebudayaannya, seperti perbedaan mengenai istilah tehnis, dialek bahasa dan lainnya. Namun, perbedaan-perbedaan yang itu tidaklah besar karena apabila diteliti lebih lanjut menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa.

SEJARAH WAYANG KULIT INDONESIA

Rabu, 20 Februari 2013

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya.
Kebudayaan nasional dalam pandangan "Ki Hajar Dewantara" adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional

DAN SALAH SATU KEBUDAYAAN YANG SANGAT DI KAGUMI YAITU :

WAYANG KULIT

 
WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

  •  Wayang Kulit

Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
  • Asal Usul

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa yang” dan `aringgit’ yang maksudnya adalah per tunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone sia halaman 987.

Kata `wayang’ diduga berasal dari kata `wewa yangan’, yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Gamelan

Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo

sumber "http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia"
             "http://budayawayangkulit.blogspot.com/2009/01/wayang-kulit-wayang-salah-satu-puncak.html"

Kebudayaan Indonesia Dengan Asing

MACAM-MACAM KEBUDAYAAN INDONESIA

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945.


Kebudayaan daerah

Seluruh kebudayaan daerah yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.

Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.
Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.

Wujud kebudayaan daerah di Indonesia
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap saerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda.

·           Sumatera Barat : Rumah Gadang
·           Sumatera Selatan : Rumah Limas
·           Jawa : Joglo
·           Papua : Honai
·           Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
·           Sulawesi Tenggara: Istana buton
·           Sulawesi Utara: Rumah Panggung
·           Kalimantan Barat: Rumah Betang
·           Nusa Tenggara Timur: Lopo
Tarian
·         Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog.
·         Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet.
·           Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
·           Aceh: Saman, Seudati.
·           Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
·           Betawi: Yapong
·           Sunda: Jaipong, Reog, Tari Topeng
·           Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
·           Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
·           Riau : ( Persembahan, Zapin, Rentak bulian, Serampang dua Belas )
·           lampung : ( bedana, sembah, tayuhan, sigegh, labu kayu )
·           irian jaya:
Lagu
·           Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
·           Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
·           Melayu : Soleram, Tanjung Katung
·           Aceh : Bungong Jeumpa
·           Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
·           Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
·           Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
·           Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
·           Anju Ahu (Sumatera Utara)
·           Apuse (Papua)
·           Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
·           Barek Solok (Sumatera Barat)
·           Batanghari (Jambi)
·           Bubuy Bulan (Jawa Barat)
·           Buka Pintu (Maluku)
·           Bungo Bangso (Sumatera Utara)
·           Bungong Jeumpa (Aceh)
·           Burung Tantina (Maluku)
·           Butet (Sumatera Utara)
·           Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
·           Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
·           Cing Cangkeling (Jawa Barat)
·           Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
·           Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
·           Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
·           Dayung Sampan (Banten)
·           Dek Sangke (Sumatera Selatan)
·           Desaku (Nusa Tenggara Timur)
·           Esa Mokan (Sulawesi Utara)
·           Es Lilin (Jawa Barat)
·           Gambang Suling (Jawa Tengah)
·           Gek Kepriye (Jawa Tengah)
·           Goro-Gorone (Maluku)
·           Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
·           Gundul Pacul (Jawa Tengah)
·           Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
·           Huhatee (Maluku)
·           Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
·           Indung-Indung (Kalimantan Timur)
·           Injit-Injit Semut (Jambi)
·           Jali-Jali (Jakarta)
·           Jamuran (Jawa Tengah)
·           Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
·           Kalayar (Kalimantan Tengah)
·           Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
·           Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
·           Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
·           Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
·           Keraban Sape (Jawa Timur)
·           Keroncong Kemayoran (Jakarta)
·           Kicir-Kicir (Jakarta)
·           Kole-Kole (Maluku)
·           Lalan Belek (Bengkulu)
·           Lembah Alas (Aceh)
·           Lisoi (Sumatera Utara)
·           Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
·           Malam Baiko (Sumatera Barat)
·           Mande-Mande (Maluku)
·           Manuk Dadali (Jawa Barat)
·           Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
·           Mejangeran (Bali)
·           Mariam Tomong (Sumatera Utara)
·           Moree (Nusa Tenggara Barat)
·           Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
·           O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
·           Ole Sioh (Maluku)
·           Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
·           O Ulate (Maluku)
·           Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
·           Pakarena (Sulawesi Selatan)
·           Panon Hideung (Jawa Barat)
·           Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
·           Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
·           Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
·           Pileuleuyan (Jawa Barat)
·           Pinang Muda (Jambi)
·           Piso Surit (Aceh)
·           Pitik Tukung (Yogyakarta)
·           Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
·           Rambadia (Sumatera Utara)
·           Rang Talu (Sumatera Barat)
·           Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
·           Ratu Anom (Bali)
·           Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
·           Sarinande (Maluku)
·           Selendang Mayang (Jambi)
·           Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
·           Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
·           Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
·           Sing Sing So (Sumatera Utara)
·           Sinom (Yogyakarta)
·           Si Patokaan (Sulawesi Utara)
·           Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
·           Soleram (Riau)
·           Surilang (Jakarta)
·           Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
·           Tanduk Majeng (Jawa Timur)
·           Tanase (Maluku)
·           Tapian Nauli (Sumatera Utara)
·           Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
·           Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
·           Tokecang (Jawa Barat)
·           Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
·           Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
·           Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
·           Terang Bulan (Jakarta)
·           Yamko Rambe Yamko (Papua)
·           Bapak Pucung (Jawa Tengah)
·           Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)
·           bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)
Musik
 ·           Jakarta: Keroncong Tugu.
·           Maluku :
·           Melayu : Hadrah, Makyong, Ronggeng
·           Minangkabau :
·           Aceh :
·           Makassar : Gandrang Bulo, Sinrilik
·           Pesisir Sibolga/Tapteng : Sikambang
Alat musik
·           Jawa: Gamelan.
·           Gendang Bali
·           Gendang Karo
·           Gendang Melayu
·           Gandang Tabuik
·           Sasando
·           Talempong
·           Tifa
·           Saluang
·           Rebana
·           Bende
·           Kenong
·           Keroncong
·           Serunai
·           Jidor
·           Suling Lembang
·           Suling Sunda
·           Dermenan
·           Saron
·           Kecapi
·           Bonang
·           Kendang Jawa
·           Angklung
·           Calung
·           Kulintang
·           Gong Kemada
·           Gong Lambus
·           Rebab
·           Tanggetong
·           Gondang Batak
·           Kecapi, kesok-Kesok Bugis-makassar, dan sebagainya
Gambar
·           Jawa: Wayang.
·           Tortor: Batak
Patung
·           Jawa: Patung Buto, patung Budha.
·           Bali: Garuda.
·           Irian Jaya: Asmat.
Pakaian
·           Jawa: Batik.
·           Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
·           Sumatra Barat/ Melayu:
·           sumatra selatanSongket
·           Lampung : Tapis
·           Sasiringan
·           Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
·           Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Suara
·           Jawa: Sinden.
·           Sumatra: Tukang cerita.
·           Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)
Sastra/tulisan
·           Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
·           Bali: karya tulis di atas Lontar.
·           Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
·           Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
·           Timor Ai Babelen, Ai Kanoik


MACAM- MACAM KEBUDAYAAN ASING

Dalam lingkup lebih luas dikenal dengan adanya nilai-nilai budaya asing, nilai budaya asing itu yang bisa di bedakan menjadi budaya barat dan budaya timur.

MACAM – MACAM KEBUDAYAAN – BUDAYA TIMUR

Macam-macam kebudayaan yang pertama adalah budaya bangsa timur yang pada intinya bersumber pada nilai agama. Inti kepribadian buaya tmur terletak pada hatinya dimana dengan hatinya mereka bisa menyatukan akal budi, ituisi, intelegnsi dan perasaan.
Sesuatu yang baik menurut budaya timur adalah sesuatu yang diperoleh melalui pencairan zat yang satu, didalam diri kita ataupun di luarnya. Sikap orang timur terhadap alam adalah menyatu dengan alam, tidak mengeksploitasi alam, bahkan menginginkan harmoni dengan alam. Sebab alam merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan manusia.
Indonesia adalah sebagian wilayah yang menganut budaya timur, harus mementingkan kerohanian, keharmonisan, gotong-royong, dan perasaan manusia antar manusia, manusia dengan Tuhan. Oleh sebab itu, macam-macam kebudayaan Indonesia banyak memiliki kriteria yang sama dengan kebudayaan timur.

MACAM-MACAM KEBUDAYAAN-BUDAYA BARAT

Macam-macam nilai kebudayaan barat cenderung berbalik dengan kebudayaan timur. Kebudayaan barat menekankan dunia objektif dibandingkan perasaan sehingga pola pemikirannya menghasilkan sains dan teknologi. Budaya barat hanya meyakini sesuatu yang masuk akal saja, sehingga keagamaan dianggap sesuatu yang tidak masuk akal (irasional). Kehidupan barat lebih terpikat pada kemajuan material dan hidup. Sehingga mereka menganggap pikiran nilai-nilai hidup yang meminta kepekaan hati sebagai sesuatu yang tidak bermutu.